AsiaButterflyTraveler.com- Mungkin ini tulisan yang tidak akan pernah aku
terjemahkan ke dalam bahasa Inggris, biar nggak banyak ditiru hahaha.
Ini merupakan kali kedua aku liburan ke Bali. Kala itu, aku masih tinggal di
Kota Tanjungpinang, Pulau Bintan, Indonesia. Kala itu, aku sudah trauma membawa
sepeda motor, tetapi kalau di bonceng masih O.K lah ya. Pasalnya, entah kenapa
tiga kali apes. Sehingga alm. Papa memutuskan No Motor Bike. Kesel sih! Jadi,
kemana-mana mesti ditemani adik atau Papa. Ini cerita beberapa tahun lalu lho
ya. Sewaktu aku masih langsing. Pada suatu hari, teman dari Canada yang bekerja di Amerika mengajak
untuk jumpa di Bali. Alright, kebetulan kala itu sedang cuti kerja. Jadinya,
aku pergi ke Bali, tepatnya di daerah Ubud; selama beberapa hari liburan di
sana.
Ada beberapa cerita menarik,
perkara rental sepeda motor. Kenangan ini teringat gegara sista Mia. Pasalnya,
tidak sengaja terbaca artikel tips aman naik sepeda motor. Nah, kenangan
beberapa tahun silam yang ada di Bali itu kembali menari di pelupuk mata. Apalagi
covid-19 gini. Duh, rasanya ingin menangis, nggak bisa kemana-mana untuk
liburan. Sudah gitu, penghasilan bukannya semakin bertambah. Namun, berkurang;
setidaknya di syukuri saja sih masih bisa hidup dan berjuang, serta bertahan.
Pada kesempatan ini juga Penulis
blog Butterfly Traveler, Citra Pandiangan turut berduka atas
meninggalnya Walikota Tanjungpinang, Bapak H Syahrul. Beliau dinyatakan postif
covid-19 dan sempat dirawat di RSUP Kota Tanjungpinang. Hingga pada akhirnya,
menghembuskan nafas pada Selasa (28 April 2020).
Semoga keluarga yang
ditinggalkan diberi ketabahan. Mari stay at home, biar mata rantai covid-19
ini segera berakhir.
|
Kenapa ya kala berada di
rumah, hujan yang disertai petir membawa pemikiran ini kepada kenangan suka dan
duka, ketika liburan di Bali. Aku yang “dulu” senang berteman dengan siapa
saja. Akhirnya, berkesempatan bertemu dengan seorang teman pen-pal. Kita pun
janjian liburan bareng. Apalagi dia sudah sejak lama ingin sekali liburan ke
Bali. Padahal, kala itu aku maunya liburan ke Yogyakarta. Namun, pada akhirnya,
aku mengalah dan sepakat untuk liburan ke Bali.
Pesawat Delay, Tiba di Bali Midnight
Tentunya aku yang tidak
memiliki sayap, apalagi tongkat peri mana bisa menggunakan kekuatan magic untuk
pergi ke suatu tempat. Makanya, aku putuskan untuk membeli tiket pesawat. Bukan
rahasia umum lagi, kalau pesawat yang berlambang orange itu selalu senang
sekali delay untuk penerbangannya. Jadi, tidak heran deh. Namun, lelah sudah
pasti.
Bangun pagi, eh subuh untuk
bersiap berangkat ke Bali. Penerbangan dari Kota Tanjungpinang petang kala itu.
Namun, bangun subuh merupakan rutinitas kala itu, Iman lagi bagus-bagusnya, suka
renungan pagi kala subuh dan doa midnight. Apalagi sempat worry juga dengan
rencana tiba di Bandara Ngurah Rai Internasional di rencanakan tiba pukul 10.00
pm. Apakah masih ada taksi? Apakah aku stay semalam dulu di Kuta Bali, baru
melanjutkan perjalanan ke Ubud. Ya, itulah yang sempat membuat galau. Makanya,
butuh doa lebih ekstra untuk kelancaran.
Apalagi ini merupakan kali KEDUA
aku ke Bali. Belum mengenal Bali dengan pasti. Waktu pertama kali ke Bali, kala
itu aku hanya beberapa hari untuk liputan HIV/AIDS Se Asean. Walau cuma satu
program saja yang diliput. Kala itu, Wakil Gubernur Kepri, Alm. Bapak Sani
sungguh konsen terhadap perkembangan HIV/AIDS di Kepri. Pas, kebetulan juga aku
menulis novel mengenai HIV/AIDS. Sehingga, aku diminta untuk meliput ke sana
oleh Alm. Pak Sani. Hanya aku seorang wartawan dari media lokal Kepri yang
pergi ke sana hahaha.
Singkat cerita, pesawat baru
mendarat di Bandara Bali yakni Ngurah Rai Internasional pukul 11.00 pm. Aku
berpikir kalau ke Kuta atau Legian untuk mencari penginapan juga sama sukarnya.
Ya sudah, aku berencana untuk tidur di bandara untuk sehari. Pikir aku seperti
itu, namun suara musik dan senyapnya bandara Bali. Meskipun ada beberapa
petugas yang jaga di bandara. Hal itu tidak membuat aku merasa sangat nyaman hahaha.
Mau diapain lagi, aku ini penakut dan tipe visual. Suka banget membayangkan
hal-hal yang tidak diinginkan. Sehingga aku mempercepat langkah kaki untuk
keluar dari ruang kedatangan.
Lihat kanan dan kiri, bandara
tidak terlalu banyak penumpang. Meskipun juga ada penerbangan dari luar negeri
yang tiba di jam yang sama. Namun, nuansa scary terasa banget. Aku yang sudah
lelah. Beneran membuat aku ingin tidur dan segera tiba di penginapan. Namun apa
daya. Aku galau, apalagi teman aku itu tidak punya nomor telepon lokal.
Sehingga apa yang harus aku lakukan?
Akhirnya aku putuskan untuk
langsung pergi ke Ubud. Sudah pasti dong menggunakan taksi resmi yang ada di
bandara. Tahu kah kamu kala itu biaya untuk ke Ubud lumayan 200,000 IDR sekali
jalan. Bahkan, minta tambahan kalau jauh dari lokasi “kota” atau jalan utama
Bali.
Terdiam dalam kegelapan malam.
Ada rasa was-was, maklum aku kan “butterfly” cantik tapi rapuh. Apalagi aku
tidak bisa bela diri dan nggak bawa alat safety seperti semprotan merica. Jadi
was-was dan cemas, takut, ragu menjadi suatu perasaan yang tidak karu-karuan.
Apalagi, aku belum pernah ke Ubud. Jadi, bisa dibayangkan perjalanan ke sana
itu HUTAN dalam kegelapan. Bahkan tidak ada kendaraan yang melintas kecuali
diri aku dan mobil sang supir.
Dalam gelap itu, perjalanan
yang panjang. Padahal tanpa macet, jadi tidak berasa lama pada kenyataan.
Namun, tidak dalam pemikiran. Duh, Pak driver juga nggak tahu alamat
penginapan. Bahkan, kami sudah dua kali keliling sampai dua kali ke arah forest
monkey yang terbesar di Ubud Bali itu. Jadi dong, aku mulai lagi parnonya hahaha.
Doa dalam hati semakin gencar. Hingga akhirnya, ketemu juga penginapannya. Duh,
senang bukan kepalang. Jam menunjukkan pukul 02.00 am.
Tidak ada meja resepsionis,
atau tidak terlalu nampak. Bentuknya seperti home stay atau dalam bentuk rumah.
Pada akhirnya, aku sempat nyari-nyari nomor kamar. Tidak kelihatan dan takut
juga sebab gelap sekali. Sehingga, aku putuskan besok pagi saja. Apalagi aku
sudah terlalu lelah karena ketakutan sepanjang perjalanan bandara ke Ubud.
Rasanya, baru setengah tertidur, ada suara bapak-bapak menanyakan diri aku.
Rupanya, pemilik penginapan. Syukurlah, akhirnya aku diantar ke tempat teman
aku itu.
Rental Motor, Tersesat dan Pak Polisi
Berhubung di Ubud itu tidak
banyak kegiatan atau lokasi yang bisa di explore. Rental mobil kala itu lumayan
juga besar biayanya. Sehingga, kita putuskan rental motor. Teman aku yang
bilang dia yang akan membawanya. Duh, lumayan seram juga; apalagi itu kali
pertama dia bawa juga.
Beberapa kali kami tersesat
karena tidak tahu arah. Ditambah lagi GPS kala itu tidak seperti sekarang.
Plus, sinyalnya susah sekali digunakan. Sinyalnya itu seperti putri pemalu yang
suka ngilang dan muncul sesuka hati. Ah, sudah pasti tersesat. Kesalnya lagi,
kami itu sampai tiga kali kena tilang dan yang keempat itu ngeselin banget. Lihat
kulit putih bawa motor, meskipun di lampu merah dan menggunakan perlengkapan
lengkap. Tetap saja didatangi! Kesempatan banget; sampai pada akhirnya aku
bilang ke teman aku; kala itu sudah malam banget, namun lokasi masih crowded
dengan pengendara mobil dan sepeda motor. Pak polisi yang duduk manis di pos,
melihat kami bagaikan santapan ikan segar.
Aku sudah menebaknya. Sebelum
dia sempat menyuruh kami ke tempatnya. Aku lihat sign belok kiri jalan terus.
Aku suruh teman aku belok kiri dan jalan terus. Pak Polisi yang kurang dari dua
meter teriak-teriak untuk menyuruh kami STOP. Kami ya jalan saja, lha lagi
lelah, sudah banyak kena tilang; masa malam hari juga nak di tilang. Padahal sudah
sesuai rute dan aturan sih, beda kalau kami ngebut-ngebutan. O.K lah kena stop.
Hahaha.
Nah, jangan ditiru ya kejadian
ini. Ini baru satu cerita mengenai pengalaman liburan di Bali kala itu. Masih
banyak dan uniknya lagi ketika baru keluar Goa Gajah di Bali. Nah, untuk kisah
ini bisa dibaca di jurnal jejakcantik saja ya. Pasalnya, ini kan blog yang dua
bahasa. Namun, hanya kali ini saja, ini tidak diterjemahkan hahaha. Biar nama
Bali tidak terlalu buruk di mata turis asing. Meskipun, jujur kadang-kadang
suka kesal saja sama pengendara bule yang suka asal saja melintas. Anehnya,
tidak kena tilang sama pak polisi. Mungkin, berbeda kali ya dengan beberapa tahun lalu. Dimana, sempat ada pemberitaan dan bahkan video sampai viral
mengenai pak polisi. Namun, tidak semua polisi sama. Asalkan semuanya sesuai
aturan dalam berkendara.
Nah, apakah itu menggunakan helm, membawa surat izin
mengemudi. Dipastikan aman berkendara! Namun, bagaimana turis asing? Apakah
sama! Sedangkan di Thailand itu kalau tidak salah baca, sepeda motor tidak
membutuhkan SIM. Sedangkan di Indonesia, sepeda motor itu harus memiliki SIM.
Mungkin next, kita bahas mengenai pengurusan SIM di Bali untuk turis manca
negara ya. Pasti seru!
Be traveler as the way you are
XOXO
Visit my storycitra, kitabahagia, jejak cantik, petunjukhidup, ngerumpi blog
Wah saya ditilang sekali aja rasanya udah mau nangis, apalagi berkali-kali dalam satu hari ya mbak. Tapi mahan jadi kenangan yang tak terlupakan. Apa lagi di Bali. Lengkap deh indahnya, dan apesnya, hihihiih.
ReplyDeleteWahh seru kak ceritanya.. btw sy jg ga bisa naik motor. Pas liburan ke Bali dan dapet fasilitas dari hotel bisa pake motor gratis aduhh sy dibonceng temen cewek deg2an banget..takut jatuh..hihi..nah pas dibonceng temen cowok baru deh nyaman kyknya ajeg aja tuh motor.. beda ya klo yg bawa motor ce ama co hehehe..
ReplyDeleteJadi pengen ke ubud lagi, di ubud menurutku paling asyik emang rental motor sih. Tapi aku dulu rental mobil, karena perginya rame-rame
ReplyDeletewah mba semangat terus ya meski ditilang berkali-kali. gemes tapi ya, tapi ya tetap aja setiap musibah pasti ada hikmah hihi. seru banget sih liburannya jadi kangen baliii.
ReplyDeleteAku gak pernah trauma naik motor kak . Yang ada aku trauma liat baju hijau di jalan. Karena suka tiba-tiba nangkep. Hihihi.
ReplyDeleteKarena aku parno duluan, jadilah aku sering kena tindak.
Tapi seiring waktu, setelah Jadi emak-emak apalagi bawa anak.. polisi jadi males nangkep lagi. Mungkin dia inget the power of emak-emak kali ya . Hihi
Nah kegelisahan yg sama nih Kak dg Ka Citra rasakan. Salah 1 faktor penghambat dlm penegakan hukum itu, aparat penegaknya sendiri, fyuhh... Semoga kedepannya terus berbenah ya. Tfs pengalaman serunya Kak hehehe
ReplyDeleteSista ... Keren banget sih pengalamannya. Daebak, jiwa petualangnya ya hahaha, aku nyerah deh kalau ke tempat baru dan nggak ada yang ngejemput di bandara. Hahaha setua ini aku kalau pulkam biasa dijemput lho padahal pulang ke hometown sendiri.
ReplyDeleteKudu sering-sering pantengin blog kak citra nih biar jiwa petualangku tumbuh hehehehe
Saya juga pernah tersesat di Bali, waktu itu ngikutin GPS pas ke Uluwatu, eh dibawa ke jalanan di tengah hutan, pas sinyal sedang susah di situ. Terus karena saya dan teman sewa motor juga, saya minta dia yang bawa karena saya belum punya SIM waktu itu. Eh, ternyata benar ada razia polisi. Untung teman saya yang bawa. Waktu itu kalau gak salah kami ditanya "asalnya dari mana dan ada acara apa di Bali", ya di bilang aja apa adanya
ReplyDeleteAku juga pernah liburan ke bali mbak, tapi dalam acara buat karya tulis waktu SMA dulu, tapi kalo ke bali atau liburan di manapun sampai ke tilang belum pernah, Ketilang di tempat orang itu akan jadi kenangan yang tidak bisa di lupakan. benar kan mbak
ReplyDeleteYa ampun, kak. Aku bacanya aja udah kerasa gimana lelahnya. Pasti bisa bikin senewen banget, ya. Tapi, jadi tau kalau wisatawan asing justru dapat porsi istimewa kayanya, ya. Meski jadinya dongkol juga pasti lah. Niat hati mau liburan, apalah daya yaa.
ReplyDeleteKok aku bacanya ikut tegang ya. Hahaha. Salut juga dengan keberanian Kak Citra, yang meskipun sedikit takut, akhirnya jadi catatan juga. :D
ReplyDelete